Cinta bukan Permainan Anak-anak

Fokus melupakan kemampuan meramal dan untuk tidak mencintai dan dicintai karena cinta bukan permainan untuk anak-anak, aku alihkan dengan banyak kegiatan. Berbekal keterampilan "bolang" saat di Jakarta, semua permainan anak aku kuasai. Bermain galaksin, di Bekasi disebut gobak sodor, adalah permainan lari cepat dan strategi agar kita sebagai pelaku menghindar dari gapaian teman yang berjaga berbaris, masing-masing dengan jarak 3 meter. Mungkin karena tubuhku kecil dan kurus, maka dengan mudah aku berlari cepat meliuk menghindari penjaga. Bermain karet, entah mengapa permainan ini juga ku kuasai dengan mudah. Badan ringanku sanggup melompat hingga jengkal tubuh teman yang lebih tinggi, congklak, bekel, kartu remi, semua permainan saat kanak-kanak membuat aku jadi primadona sekaligus teman bermain yang menakutkan bagi mereka, karena bila aku ambil bagian, maka aku tak akan pernah kalah, dan itu artinya mereka akan jaga atau memiliki kesempatan bermain yang lebih sedikit.

Siang yang terik di Bekasi, udara yang kering, debu yang tebal, keringat membanjiri tubuh kami yang berbau matahari. Aku dan teman-teman ada di lapangan sekolah, tempat yang jaraknya hanya sekitar 50 meter dari tempat kami tinggal. Dengan pakaian bermain yang lusuh, selepas jam sekolah usai, kami sepakat bermain lompat karet, ialah karet gelang yang kami kepang 2 rangkap sebagai tali.

"Des, jaga loe sama si Tuti!" Tuti memiliki tubuh yang tidak beda jauh denganku namun lebih tambun, kulitnya hitam. Tuti anak betawi asli, logatnya jelas menunjukkan identitas kesukuannya.

"Beres." Jawabku
Ani dan Erin memainkan lompatan tali terlebih dahulu, tubuh mereka lebih tinggi, tak lama kemudian Ani tidak bisa melanjutkan lompatan, karena ujung kepalanya menyentuh karet, itu artinya dia harus jaga, dan giliranku bermain.

"Eh.. maaf ya, gue pulang dulu.. lupa disuruh ibu gue nggak boleh main lama-lama." dengan tidak bertanggung jawab, Ani nyelonong pergi meninggalkan kami yang masih saja melongo melihat kepergiannya.
"Ya udah ya.. gue pulang juga deh." Erin mengikuti jejak Ani, dia tahu bila giliranku bermain, pastilah lama, karena aku bisa menyelesaikan permainan hingga kapanpun aku mau.

Terkadang selalu menjadi pemenang tidaklah seru, itu sebabnya aku suka berpura-pura kalah, agar teman yang lain masih merasa nyaman bermain bersama. Dengan bermain, aku fokus menyelesaikannya dengan sempurna, maka aku akan melupakan rasa suka maupun disukai. Tertawa menghabiskan hari bersama teman sepermainan adalah segalanya, kami lupa akan kesedihan, masalah, dan tumpukan beban pelajaran di sekolah. Saat bermain aku juga lebih tidak "diganggu" jin, karena saat malam aku sudah lelah, lalu tertidur tanpa ketakutan akan mengalami mimpi buruk maupun gangguan lainnya.

bersambung..
#30DWCjilid13 #Squad4 #Day17

Komentar